Gelandangan dan pengemis memang telah menjadi masalah nasional
Gelandangan dan pengemis memang telah menjadi masalah nasional yang dihadapi di banyak kota, tak terkecuali di negara maju.
Permasalahan gelandangan dan pengemis sebenərnya telah lama mendapatkan perhatian serius baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun maupun berbagai kalangan masyarakat Permerhati sosial masyarakat bahkan secara ekstrim mengibaratkan gelandangan sebagai penyakit kanker yang diderita kota karena keberadaannya yang mengganggu keindahan dan kenyamanan kota, namun begitu susah dan kompleks dalam penanggulangannya.
Istilah gelandangan berasal dari kata gelandangan, yang artinya selalu berkeliaran atau tidak pernah mempunyai tempat kediaman tetap.
Pada umumnya para gelandangan adalah kaum urban yang berasal dari desa dan mencoba nasib dan peruntungannya di kota, namun tidak didukung oleh tingkat pendidikan yang cukup, keahlian pengetahuan spesialisasi dan tidak mempunyai modal uang.
Sebagai akibatnya, mereka bekerja serabutan dan tidak tetap.terutamanya di sektor informal, semisal pemulung, pengamen dan pengemis.
Menggambarkan bagaimana gelandangan dan pengemis yang masuk dalam kategori orang miskin di perkotaan sering mengalami praktek diskriminasi dan pemberian stigma yang negatif.
Dalam kaitannya dengan ini, Beberapa Inspiratif dan para Permerhati Sisial masyarakat baik itu juga pemerintah setempat menyebutkan bahwa pemberian stigma negatif justru menjauhkan orang pada kumpulan masyarakat normal.
Mereka yang tidak sukses mengadu nasib di kota, malu untuk kembali ke kampung halamannyə.
sementara mereka terlunta-lunta hidup di perantauan. Mereka hidup di pemukiman liar dan kumuh (slum/squatter area) yang dianggap murah atau tidak perlu bayar Orang gelandangan pada umumnya tidak memiliki kartu identitas karena takut atau malu dikembalikan ke daerah asalnya, sementara pemerintah kota tidak mengakui dan tidak mentolenir warga kota yang tidak mempunyai kartu identitas.